Rabu, 27 Agustus 2014

Rindu Kenangan di Sepotong Malam Hujan

Malam datang lagi. Rindu mencekam dengan bahasa hujan yang dingin dan kesepian. Aku duduk mendekap lutut, bersama segelas kopi, alunan melodi gitar dan repih-repih perasaan yang berceceran di setumpukan catatan rencana yang tak jadi. Kenyataan menampar sadar bahwa selepas hilang tak ada lagi yang bisa dirapikan.

Pada akhirnya, aku dipaksa menyerah menerima keadaan. Meratap diri untuk tabah menerima kekalahan-kekalahan. Beberapa orang pernah berkata, menyerah bukan berarti kalah, itu hanya menjadi semacam pengingat bahwa ada beberapa hal dalam hidup yang tak dapat dipaksakan. Mungkin memang benar, hidup adalah sekumpulan kompromi untuk menyesuaikan diri. Baik-buruk, bahagia-luka, sedih-tertawa, hanya sekeping rasa yang hanya bisa dirasakan saat mau memilih untuk menikmati yang mana.

O, tapi harus kau ingat, aku tak pernah memaksa agar kau selalu berada di sini, menenami, untuk waktu yang lama atau bahkan selamanya. Aku hanya memperjuangkan kebahagiaan yang kumiliki, kebahagiaan itu kamu, —tentu saja. Tapi nyatanya, kebahagiaanku bukanlah menjadi kebahagiaanmu. Sedihku, ternyata bukan lagi menjadi sedihmu. Aku telah menjadi asing di dalam kepalamu. Dan kau, telah menjadi sedemikian berbeda di dalam ingatanku.

Tapi, baiklah, toh sekuat apapun aku berusaha, hal yang tak mungkin bisa menjadi milikku, tetap saja tak akan bisa bersama. Sekeras apapun aku mencoba, sesuatu yang seharusnya pergi akan tetap meninggalkan juga. Maka, di sinilah aku sekarang. Menyendiri di antara kesepian tak bernama. Mengenang kau yang berlalu dan tiada. Membenahi kita yang kau abaikan dengan doa-doa;“semoga kau berbahagia, dengan sekeping hati baru yang bukan aku.”

Kamis, 21 Agustus 2014

Beberapa Pertanyaan Sederhana

Pernahkah kamu merasa asing di dalam kepalamu sendiri?

Oh.. Maaf.. Maaf.. Jangan terkejut. Ampuni saya mengawali tulisan ini dengan kalimat tanya yang begitu intim. Mungkin lain kali saya akan memulai tulisan dengan sesuatu yang menyenangkan. Seperti beberapa pertanyaan basa-basi semacam, "Hai, apa kabar?" atau salam sapa yang lebih sopan seperti "Selamat sore, senang bisa berbincang dengan Anda kembali." Ah, tapi rasa-rasanya terlalu kaku dan membosankan, ya? Hhm... Baiklah-baiklah.. Anggap saja pertanyaan yang begitu tergesa-gesa tadi adalah bentuk keakraban. Sebab menyenangkan, bukan, jika ada seseorang yang begitu akrab denganmu menanyakan sesuatu yang bersifat intim? Maka, izinkan saya kembali bertanya,"Pernahkah kamu merasa asing di dalam kepalamu sendiri?"

Pernahkah dalam kesendirianmu saat melewati hari-hari, kau bertanya ke dalam hatimu sendiri.
"Hai, siapa saya sebenarnya?"
"Kenapa saya berada di sini?"
"Kepada siapa hidup ini saya persembahkan?"
"Untuk apa saya berletih-letih menjalani hidup?"
"Apakah yang saya jalani sudah sesuai dengan harapan?"
"Apakah jalan yang saya tempuh adalah jalan yang benar?"
"Kepada siapa saya harus berterima kasih?"
"Kepada siapa saya harus meminta maaf?"
"Kepada siapa saya harus meminta pertolongan?"
"Sampai kapan ini akan berakhir?"
"Akan berakhir seperti apa saya di akhir nanti?"
Dan seterusnya...
Dan seterusnya......

Pernahkah kamu mempersilakan pertanyaan-pertanyaan itu berputar di dalam kepalamu, hingga akhirnya kau merasa pening sendiri karena belum mendapat jawabannya? Pernahkah kamu?Tenanglah... Kau tak perlu menjawab pertanyaan itu saat ini juga. Biarkan hatimu mencerna dulu apa yang harus kau pahami. Mendekatlah ke sini. Saya tak bermaksud menertawai, menyalahi, atau bahkan menghakimi. Bicaralah dari hati. Telingaku terbuka, mulutku terkunci.

Saya yakin dan percaya jika kau menjawab semua pertanyaan tersebut dengan menganggukan kepala tanda menyetujui apa yang saya sampaikan tadi. Sebab, saya pernah merasakannya. Pertanyaan seputar kehidupan akan menerjang siapa saja yang mau memikirkan. Hal itu akan menuntunmu untuk mendapatkan yang sebenar-benarnya kau butuhkan. Siapa yang mengenali dirinya, maka ia akan memahami hakikat Tuhannya.

Maka, inilah hal penting yang ingin saya sampaikan. Semoga bisa membuatmu sedikit paham apa yang harus kau lakukan.

Kesiapan saat menyetubuhi kehidupan hingga bisa menggelinjang pasrah adalah tentang keberanian menghadapi tanda tanya. Kau mandiri atas segala kehidupanmu untuk berbahagia. Maka, cukuplah hidup pada kebaikan yang menjadikanmu indah. Do whatever you wanna do. Go wherever you wanna go. You are responsible for your life.

Jalani kehidupan dengan keyakinanmu sendiri. Sebab yang kau perjuangkan adalah kebahagiaanmu sendiri. Bebaskan hatimu untuk mandiri dalam tersenyum dan berbahagia. Sebab sungguh, air mata tak sekalipun membuatmu terlihat lucu.

Berbahagialah atas kehidupanmu!